Jumat, 26 Desember 2008

Pelajaran-Pelajaran dari Revolusi (yang gagal) 1968 (Materi Anggota I) LMND Semarang

(Materi Anggota I) LMND Semarang

Pelajaran-Pelajaran dari Revolusi (yang gagal) 1968

Oleh Doug Lorimer

Revolusi Prancis di tahun 1968 dimulai pada bulan Desember 1967 dengan pemogokan delapan sekolah tinggi/lanjutan (setingkat SLTA) untuk mendukung sebuah demonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang memotong anggaran jaminan sosial. Aksi tersebut diiukuti oleh sekolah-sekolah lainnya di bulan Januari 1968, mereka (para demonstran), di aksi lanjutan ini, melakukan protes atas dikeluarkannya para aktivis dari sekolah.

Para siswa yang dikeluarkan adalah anggota dari The Jeunesses Communistes Revolutionnaires (JCR), sebuah organisasi pemuda sosialis revolusioner yang bergabung dengan Internasionale ke Empat.

JCR, yang mengadakan konferensi yang di hadiri 120 aktivis kampus dan sekolahan di bulan April 1966, adalah sebuah kekuatan politik sentral dalam radikalisasi di kalangan mahasiswa dan pelajar (selanjutnya disebut studen) Prancis.

Radikalisasi ini dipenuhi dengan membesarnya perasaan tidak puas atas sistem pendidikan yang ada.

Dalam tahun-tahun setelah Perang Dunia II, ada perkembangan yang cukup mencolok dari mahasiswa yang ada di Universitas-universitas di Prancis: dari 123.000 di tahun 1946 menjadi 514.000 ditahun 1968. Dalam buku Revolusi Prancis 1968 yang diterbitkan di tahun yang sama, jurnalis koran London Observer Patrick Seale dan Maureen McConville menjelaskan konsekuensi dari hal tersebut:

Jumlah tekanan yang besar (the sheer persure of number) menghapuskan segalanya. Dibawah beban, universitas-universitas, dan terutama sekali Sorbonne, mengubah karakter mereka dari klub kecil yang elitis menjadi inefisien, pabrik yang jorok dari pendidikan, dimana semuanya dikorbankan untuk problem kecil yang melibatkan semua orang…”

Ketika kondisi ini menjadi basis untuk pembesaran dari ketidakpuasan, ada sikap oposisi terhadap perang yang dilakukan imperialis untuk melawan revolusi Vietnam, yang mana hal tersebut merubah ketidakpuasan-ketidakpuasan menjadi sebuah radikalisasi yang massif melawan masyarakat borjuis sebagai kesatuan.

Seale dan McConville memberikan penjelasan yang sangat gamblang atas peranan Gerakan Anti Perang Vietnam dalam perkembangan aktivitas politik para studen. Mereka menulis:

Salah satu dari pemandangan yang mengejutkan dari Revolusi Mei adalah ketika para studen meneriakkan slogan: KEKUASAAN ADA DI JALANAN BUKAN DI PARLEMEN! Ini adalah sebuah fenomena yang membuat pemerintahan barat menggigil: ini semua adalah sebuah penolakan atas institusi-institusi politik yang sangat elitis dan nilai-nilai yang di tanamkan oleh orang tua mereka…”

Dari bulan Desember 1966, serombongan Comites Vietnam lyceens (CVLs) – Komite Sekolah untuk Vietnam--dibentuk di Prancis. Mereka adalah bagian kecil dari kelompok (yang) berselisih dengan organisasi sekolahan Partai Komunis Prancis (CPF)…karena mereka berpendapat kebijakan CPF atas Vietnam sangat jinak atau moderat sekali…”

Partai Komunis (selanjutnya kita sebut CP), seperti Partai Stalinis lainnya di dunia, berpihak pada sikap “perdamaian”yang abstrak atau negosiasi, dari pada menyuruh para imperialis untuk minggat dan membiarkan penduduk Vietnam untutk menentukan nasibnya sendiri.

Seale and McConville menuliskan bahwa CVLs telah diinisiasi dan di gabungkan kedalam Committee Vietnam National (CVN):

Pada musim gugur tahun 1966, JCR dan sekutu-sekutunya, seperti beberapa “Castrois”, the Parti Socialiste Unifie (PSU), dan sebuah kelompok sayap kiri yang melepaskan diri dari grup sosialis, membentuk sebuah organisasi front Vietnam yang bertujuan untuk mendapatkan opini publik yang lebih besar. Organisasi tersebut bernama Committee Vietnam National (CVN)…beberapa (a litter) komite CVN tumbuh di sekolah dan, meskipun beroposisi dengan kepala sekolah, mereka mampu membuktikan kesuksesan-nya dalam pemobilisasian massa. Karena hal tersebutlah kubu politik sayap kiri memutuskan untuk memobilisasi mereka dalam setiap aksi-aksi politik.

Dari komite-komite sekolah untuk Vietnam itulah CALs (semacam serikat pelajar radikal) terbentuk. “CVLs”, dijelaskan oleh Seale dan Mconville, ”menyediakan infrastruktur bagi pembangunan CALs, dari protest mengenai Vietnam menjadi aksi-aksi terhadap persoalan-persoalan yang ada di Prancis secara spesifik”.

Berikut penjelasan dari proses ini:

Serikat Buruh Prancis, UNEF (serikat mahasiswa nasional) dan serikat pelajar mengadakan aksi mogok pada 13 Desember 1967. Aksi ini dilakukan untuk memprotes kebijakan pemerintah yang memotong anggaran jaminan sosial. Yang mengejutkan dalam aksi ini adalah bergabungnya hampir separo penduduk kota Paris…Di bulan Januari 1968, Roman Goupil-seorang pelajar yang masih berumur 16 tahun- yang mengorganisir aksi di Lycee Condorcet, dikeluarkan dari sekolah dengan alasan dia telah menghasut kawan-kawannya agar meninggalkan kelas dan bergabung dalam aksi..para pemimpin dari CVLs berdiskusi melalui telepon dan membahas rencana mereka selanjutnya untuk menyikapi kasus ini. Mereka memutuskan untuk mengadakan aksi, ratusan massa berpartisipasi dalam aksi tersebut dan meriakkan yel-yel tuntutan tentang kekebasan dalam berekspresi (Freedom of expression in the lycees), yang tampaknya yel-yel tersebut sangat mudah untuk dipahami seperti yang diyakini oleh para pemimpin komite…”

Tanggal 22 Maret 1968 polisi menangkap lima orang aktivis anti-perang setelah peristiwa pemboman Bank Amerika di Paris. Dan di siang yang sama ratusan mahasiswa menduduki gedung admisnistrasi di Nanterre untuk memprotes penahanan tersebut. Kemudian Dekan merespon itu semua dengan menghentikan semua kegiatan perkuliahan. Semenjak kejadian itu tiada hari tanpa aksi dan demonstrasi di Nanterre.

Sebuah kampanye untuk memboikot ujian di luncurkan. Tanggal 2 dan 3 Mei direncanakan sebagai “Hari Studi Anti-Imperialis”di Nanterre. Sekali lagi, penguasa kampus mengalami kepanikan dan akhirnya mereka menutp kampus.

Tanggal 3 Mei, para mahasiswa di Sorbonne dan CALs di beberapa sekolah atas di Paris menyatakan solidaritasnya atas kejadian yang menimpa kawan-kawan mereka di Nanterre. Dan di sore yang sama ratusan mahasiswa dan pelajar yang melakukan demonstrasi harus berlarian untuk menghindari tindakan brutal dari polisi.

Seale dan McConville menulis:

Pertempuran jalanan di 3 Mei, yang mengikuti invasi dari polisi ke Sorbonne, mengakibatkan effek yang sangat hebat bagi orang-orang muda. Kegiatan di kelas-kelas menjadi terhenti karena para pemuda itu ingin mendiskusikan situasi yang sedang terjadi, kemudian mereka mulai menggabungkan diri dengan demonstrasi-demonstrasi yang ada, walaupun banyak juga yang terluka setelah berpartisipasi dalam demo-demo tersebut. Tanggal 10 May CALs mengadakan aksi mogok serentak seharian penuh di Paris. Aksi ini diikuti kurang lebih 8-9 ribu partisipan, mereka berjalan untuk menemui senior mereka yang sudah lebih dulu melakukan aksi besar dan berakhir pada barikade…”

Setelah Sorbonne diduduki, CALs mengambil alih Grand Amphitheathre untuk rapat umum di 19 Mei. Dan setelah pertemuan tersebut mereka memutuskan untuk mengadakan aksi mogok serentak dan menduduki sekolah-sekolah. Hari selanjutnya gerakan ini diikuti dengan massa yang lebih besar lagi, guru-guru mulai bergabung dan menghabiskan malam-malam mereka bersama-sama dengan para demonstran. Komite-komite juga mengdakan diskusi-diskusi yang tidak hanya membahas tentang problem sekolah dan kampus saja tapi juga membahas permasalahan-permasalahan politik, dengan topik-topik seperti perjuangan studen di eropa, aturan-aturan kampus di masyarakat, jaringan buruh-studen, dll…”

Hasil yang sama juga didapatkan oleh para pemimpin-pemimpin mempunyai political advanced di kampus selama pendudukan itu.

Tapi sebagaimana Seale dan McConville berkomentar di bukunya:

Para buruh tidak bergabung dengan aksi protes nasional yang dilakukan oleh studen, meskipun kejadian Mei mempunyai effek yang sangat signifikan bagi ledakan-ledakan studen di Berlin, Roma atau Buemos Aires. Benar-benar situasi yang sangat kontradiktif…dimana para studen memberikan sesuatu yang dicontoh secara cepat oleh kawan-kawan mereka di lain negara, membawa krisis ini ke level yang lebih tinggi. Akan tetapi para pekerja tetap dengan tenang bekerja dan menunci gerbang mereka rapat-rapat…”

Di tanggal 7 Mei, 30.000 menduduki jalan-jalan di kota Paris selama lima jam penuh, menuntut agar kampus dibuka kembali dan para aktivis yang ditahan di bebaskan.

Sebuah pelajaran bagi massa aksi berhasil dipetik di tanggal 9 Mei di daerah Latin Quarter, daerah sekitar Sorbonne. Ketika itu massa memaksa untuk bertahan sampai besok, jumat 10 Mei, dan kejadian itu menjadi terkenal dengan sebutan malam barikade-barikade (night of barricades) ketika 35.000 demonstran merusak barikade dan terjadi perang batu dengan CRS (polisi anti huru-hara Prancis).

Sekitar 400 studen masuk rumah sakit. Dan banyak lainnya yang terluka akibat tindakan CRS. Meskipun begitu, para studen tidak kalah. Masyarakat mengecam tindakan brutal polis-yang ditayangkan oleh stasiun televisi- dan mendesak pemerintah untuk memenuhi tuntutan studen.

Tanggal 11 Mei, para pemimpin buruh dari tiga konfederasi serikat buruh merespon opni publik yang sedang berkembang atas tindakan represif yang dilakukan polisi, dan mereka merencanakan aksi mogok nasional selam 24 jam penuh yang akan diadakan pada hari senin tanggal 13 Mei.

Di hari itu sekitar satu juta buruh dan studen berjalan menuju kota Paris. Kontingen studen secara eksplisit menyatakan untuk mengakhiri kepemimpinan rezim semi bonarpatis Charles de Gaulle sambil menyanyikan lagu “sepuluh hari sudah cukup”. Bendera Tricolore diturunkan dari gedung-gedung pemerintahan dan diganti dengan bendera MERAH. Akan tetapi aksi di 13 Mei ini tidak direspon lebih lanjut oleh para aristokrat-aristokrat serikat buruh dan mereka pun kecuali perintah untuk membubarkan diri.

Bagaimanapun, aksi para pekerja tersebut telah membesarkan hati para studen, dan sekita 20-25 ribu buruh bertemu dan memutuskan untuk bergabung dengan para studen dan menguasi Sorbonne.

Tanggal 14 Mei para pekerja kembali ke pabriknya masing-masing, tapi mereka kembali dengan rasa percaya terhadap kekuatan dari mobilisasi massa. Kejadian ini terutama sekali dialami para buruh-buruh muda, yang banyak dari mereka telah bergabung dalam aksi protes studen mulai tanggal 3-10 dan ikut bertempur bersama studen di malam barikade.

Secara spontan, para pekerja mulai mengambil alih pabrik. Di 14 Mei para pekerja pabrik SudAviation di Nanterre mengunci manajer di ruang kerjanya dan menyatakan mereka telah mengambil alih pabrik.

Dihari yang sama, para pekerja pabrik Renault meninggalkan peralatannya dan mendeklarasikan perebutan pabrik. Besoknya mogok menjalar ke dua pabrik Renault l;ainnya dan sorenya pabrik terbesar Renault di Parisian suburban dari Biliancout tidak bisa menjalankan prose produksi karena 30 ribu pekerjanya melakukan aksi mogok.

Dari kejadian tersebut, aksi mogok terjadi di hampir seluruh daerah di Perancis. Sebagaimana yang dikatakan seorang buruh muda Renault: “Para student memulai kereta berjalan, dan kita berterima kasih. Ketika kita melihat kereta berhenti dan akan mulai berjalan lagi, kami mulai berelompatan unutuk naik”

Dalam waktu seminggu aksi mogok ini telah melibatkan 10 juta dari 15 juta pekerja yang ada di Prancis.

Perlawanan massa studen berperan sebagai sebuah detonator dalam sebuah pemberontakan massif para pekerja. Tapi sebuah detonator tidak akan bekerja kecuali ada bahan yang berpotensi sebagai bahan peledak. Apakah bahan yang berpotensial sebagai bahan peledak itu?

Ketika negara-negara industri kapitalis mempunyai pengalaman sedikitnya selama dua dekade dari pemtumbuhan ekonomi yang berlangsung secara pesat, kesenjangan sosialpun semakin lebar. Sebanyak satu juta orang dan hampir separo dari penduduk Prancis yang mempunyai pendapatan, dibayar dengan upah yang sangat rendah yang mana pendapatan tersbut hanya mencapai satu level diatas level subsistensi.

Selain itu, di 1968 lebih dari satu juta orang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur, kesemuanya itu memukul perasaan buruh-buruh muda. Di Burgundi, sebagai contoh kecil, 25 % pemuda di bawah usia 25 th menjadi pengangguran.

Hak berserikat di pabrik-pabrik diabaikan. Satu-satunya jalan untuk mengekspresikan ketidakpuasan adalah melalui aksi-aksi massa. Tahun 1967, di pabrik Renault di Le Mann dan Caen terjadi perang batu dengan polisi selama terjadi pemogokan.

Sebagaimana diamati oleh Seale dan Mc Convile: “Para pekerja menolak untuk mengadakan negosiasi, dan menggunakan cara-cara yang lebih keras. Ini berarti sebuah upaya pengambilalihan…”

Ketika mengambil metode aksi massa, para pekerja menggerakkan sebuah revolusi sosial yang masih yang mana mereka mempunyai potensi revolusioner yang jernih.

Ini semua adalah hasil dari fomat-format yang dibikin oleh komite-komite aksi massa yang ada di Paris. Mereka tidak hanya bermunculan di sekolah-sekolah, universitas-universitas, kantor-kantor pemerintahan, asosiasi profesional, dan tempat-tempat kerja, tapi juga di daerah-daerah pemukiman.

Menurut Seale dan Mc Conville, “Apa yang menjadi gambaran umum mereka…adalah sebuah ide tentang revolusi yang harus kamu lakukan sendiri, tanpa harus meninggalkan yang lainnya. Itu semua adalah keinginan untuk terpimpin dalam aksi-aksi ekstraparlementer”

Gerakan ini mencapai puncaknya di minggu terakhir di bulan Mei, ketika terdapat sekitar 450 komite yang ada di Paris (belum daerah lainnya). Bagaimanapun, mereka tetap terlokalisir dan hanya kehilangan koordinasi di kota-kota yang mempunyai basis besar.

Di luar Paris perkembangan yang sama juga terjadi. Yang paliang bagus adalah apa yang terjadi di Nantes, utara Brittany di 23 Mei. Sebuah komite sentrak pemogokan- yang terdiri dari serikat buruh, petani dan studen-mengadakan aksi di balai kota, dan mendeklarasikan dirinya sebagai penguaa baru kota praja tersebut.

Dan di gedung-gedung sentral pemerintahan, terutama di kota Paris, sudah ditinggalkan oleh para penghuninya, hanya ada para penjaga pintu dan polisi yang kekuatannya sangat kecil.

Atas perkembangan ini, Sean dan Mc Conville menulis: “Pemogokan yang terjadi di Nantes berubah dari yang awalnya sebuah aksi protes menjadi aksi revolusi. Disana muncul embrio-embrio pengganti institusi tua masyarakat borjuis, yang mana itu semua diparalelkan dengan aksi mogok…”

Selama seminggu, dari 24-30 Mei, pemerintahan De Gaulle mengalami kegoncangan yang cukup hebat. Akan tetai sayangnya CP dan pemimpin-pemimpin serikat buruh menolak untuk melakukan penggantian-atau sebuah insureksi-pemerintahan.

Dan yang lebih parah lagi, ketika 10 juta pekerja sedang menjalankan aksi mogok, para aristokrat-aristokrat serikat buruh ini menolak rancangan diadakannnya sebuah aksi mogok nasional.Mereka membatasi diri hanya pada tuntutan ekonomis seperti kenaikan upah, jam kerja yang lebih pendek, dll. Bahkan mereka bekerja sama dengan rezim De Gaulle dengan mengatakan studen-studen yang radikal sebagai provokator.

Di 29 Mei, CP dan pemimpin federasi serikat buruh (CGT) membuat aksi sejuta massa di jalan-jalan kota Paris dimana, untuk pertama kalinya, pemimpin-pemimpin Stalinis mengikuti slogan-slogan politik yang ada. Mereka juga berada di barisan yang sama dengan para demonstran yang menuntut sebuah Pemerintahan Rakyat.

Dan di saat-saat terakhir, para bangsawan-bangsawan CGT itu memerintahkan massa untuk membubarkan diri. Tidak ada lagi rally, tidak ada lagi speakers…

Malam itu De Gaulle berkonsultasi dengan para jendralnya. Sebuah rencana telah berhasil disusun, dan para tentara yang paling loyal kepadanya telah di mobilisasi. Markas besar oprasi militer mengambil tempat di Verdun. Besoknya pada pukul 04.30 pm, muncul di televisi dengan mengabarkan bahwa pertemuan nasional yang terjadi tidak berhasil menghasilkan solusi dan menawarkan pemilu untuk memilih anggota parlemen di tanggal 23 Juni.

Melihat hal itu, birokrat-birokrat CP menerima dengan antusias tawaran dari De Gaulle. Seminggu sebelum pemilihan,mereka (CP) berlomba-lomba dengan kubu Gaullis dan dengan yakin mengatakan bahwa merekalah penguasa baru Prancis. Seminggu setelah pidato De Gaulle, para pekerja mencapai kata sepakat dengan para bangsawan serikat buruh. Dan pada pemilu, para pendukung De Gaulle meningkatkan support mereka terhadap pimpinannya.

Dari pertengahan Mei sampai pertengahan jni 1968, Prancis di cengkeram oleh pemberontakan buruh yang hebat di dalam sejarahnya, tapi sayangnya semua itu harus di akhiri dengan pemilu yang malah memperkuat Partai-partai yang berkuasa, Banyak orang-orang kiri revolusioner menjuluki CPF sebagai pengkhianat. Tapi bagaimana sebenarnya birokrat-birokrat CPF bisa melakuakan pengkhianatan dan dari 10 juta massa yang ada hanya sedikit yang mengambil sikap oposisi?

Inilah pelajaran yang berharga dari Mei-Juni 1968. Ketika kelas pekerja Prancis ambil bagian dalam aksi, dimana (peranan kelas pekerja itu) menjadi sebuah potensi dinamis revolusioner bagi mereka (kelas pekerja), tapi mayoritas kelas pekerja Prancis tidak mampu secara cepat untuk melewati batasan antara tuntutan-tuntutan mendesak yang bersifat ekonomis dan perubahan masyarakat secara radikal.

Ada kesenjangan kesadaran revolusiner di antara mayoritas kelas pekerja, dan mampu dimanfaatkan oleh bangsawan-bangsawan serikat buruh reformis untuk di giring ke ilusi pemilu parlementer.

Revolusi-dalam skala dan militansi yang hebat- sebagai mana di ekspresikan oleh Lenin di tahun 1902 dalam pamplet Apa yang harus dikerjakan: ”Sejarah semua negeri menunjukkan bahwa kelas pekerja, dengan kemampuan yang mereka miliki, mampu untuk mengembangkan kesadaran serikat buruh…”

Kesadaran sosialis revolusioner, sebagaimana ditekankan oleh Lenin, hanya dapat dipasokkan ke kelas pekerja dari luar, ketika terjadi perlawanan spontan antara kelas pekerja dengan pemerintah, melalui ideologi yang membaja dan kerja-kerja organisasi dari sebuah Partai Marxis Revolusioner.

Kekuatan marxis revolusioner Prancis di Mei-Juni 1968 hanya berjumlah sekitar 300-400 orang. Mereka tidak punya kekuatan untuk menantang hegemoni ideologis yang dilakukuan para pemimpin buruh reformis.

Daniel Bensaid, dulunya adalah salah seorang pimpinan JCR dan sekarang menjadi anggota pimpinan dari Ligue Communiste Revolutionnare, juga mengungkapkan hal yang sama. Dia mengatakan:

Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa itu (kejadian di Mei-Juni’68) adalah aksi mogok besar terakhir di abad ke sembilan belas ini. Tapi mungkin juga menjadi aksi mogok besar pertama di abad ke-21. Kita tidak tahu dan itu semua tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini…”

“…kelas pekerja telah di format sedemikian rupa selama bertahun-tahun oleh kemakmuran dan expansi dari welfarestate, seperti hak-hak yang demokratis. Tahun 1968 bukanlah sebuah krisis revolusiner seperti di 1920an, 1930an..”

Ya, memang terdapat sebuah gerakan yang mendalam dari kelas pekerja yang mampu mengguncang borjuasi, tapi tidak terdapat faktor subyektif, tidak ada kepemimpinan revolusioner yang mengakar di kelas pekerja. Kekuatan dari birokrasi membuat kita harus melakukan sesuatu dengan tingkat kesadaran mayoritas massa kelas pekerja. Kita dapat melihatnya sekarang lebih baik..”

Sebagaiman disimpulkan oleh Bensaid, ”Ada sebuah usaha untuk mendepolitisasi interpretasi atas kejadian tahun 1968. Kita harus mempertahankan makna politis yang sebenarnya dan dinamisasi di tahun 1968, tidak hanya merayakannya tapi juga harus mampu memberikan arti yang politis..”

Bagi kita sekarang, itu semua berarti melakukan rededikasi diri kita untuk memperkuat kekuatan revolusioner yang sadar di negeri ini agar kita dapat mempersiapkan secara lebih baik transformasi gerakan spontan kelas pekerja, yang mana mampu mengguncang para kapitalis, ke dalam sebuah perlawanan revolusioner untuk kekuasaan kelas pekerja dan sosialisme.

REVOLUSI RUSIA (Materi Anggota I) LMND Semarang

REVOLUSI RUSIA


  1. SITUASI DI DALAM NEGERI SETELAH REVOLUSI FEBRUARI. PARTAI BANGKIT DARI BAWAH TANAH DAN MELANCARKAN KERJA-KERJA POLITIK SECARA TERBUKA. LENIN TIBA DI PETROGAD. THESIS APRIL YANG DIAJUKAN LENIN. KEBIJAKAN PARTAI BAGI PERALIHAN MENUJU REVOLUSI SOSIALIS.


Rangkaian perkembangan peristiwa dan pembentukan Pemerintahan sementara, memberikan bukti-bukti baru tentang ketepatan garis Bolshevik. Semakin jelaslah bahwa Pemerintahan sementara tidak sungguh-sungguh memihak rakyat, bahkan sebaliknya, malah memusuhi rakyat. Tidak berpihak pada perdamaian, tetapi justru pada peperangan. Dan yang lebih penting lagi, Pemerintahan sementara tidak bermaksud dan memang tidak sanggup untuk memberikan: perdamaian, tanah dan roti kepada rakyat. Dengan demikian, kerja-kerja yang dilancarkan oleh kaum Bolshevik dalam mendidik rakyat, telah menghasilkan lahan subur yang berbuah.

Sementara kaum buruh dan prajurit-prajurit meruntuhkan pemerintahan Tsar, sambil menghancurkan akar-akar maupun sisa-sisa tradisi peninggalan monarki Tsar; Pemerintahan sementara justru hendak mempertahankan monarki lama tersebut. Pada tanggal 2 Maret 1917, Pemerintahan sementara secara rahasia membentuk komisi yang menugaskan Guchov dan Shulgia untuk berangkat menemui Tsar. Pihak borjuasi menghendaki agar kekuasaan Pemrintahan Sementara dialihkan pada saudara Tsar Nicholas Romanov sendiri, yakni Michael. Namun dalam sebuah pertemuan dengan para buruh rel kereta api, ketika Guchov mengakhiri pidatonya dengan ucapan, “Hidup Kaisar baru Michael!”…para buruh justru menuntut agar Guchov segera dikejar dan ditangkap. Jelaslah bahwa para buruh tidak akan memperkenankan pemulihan kekuasaan yang lama.

Sementara para buruh dan tani mengucurkan darah dan keringat untuk menyokong revolusi, dan menghentikan peperangan. Sementara rakyat berjuang untuk roti dan tanah, dan menuntut patokan-patokan yang tegas untuk mengakhiri kekacauan ekonomi; Pemerintahan sementara justru menutup telinganya terhadap tuntutan-tuntutan vital rakyat. Pemerintahan yang terbentuk dari perwakilan-perwakilan penting kaum pemilik modal dan tuan-tuan tanah ini, tidak sungguh-sungguh punya itikad untuk memenuhi tuntutan kaum tani agar tanah dibagikan bagi mereka. Pemerintah juga tidak sanggup menyediakan roti untuk rakyat pekerja. Karena untuk dapat melaksanakannya, mereka harus berbenturan dengan kepentingan distributor-distributor (besar) gandum. Dengan demikian Pemerintah juga harus mendapatkan gandum dari para tengkulak dan distributor besar tersebut, dengan cara apapun juga. Jadi Pemerintah juga memang tidak berani menempuh langkah-langkah ini, karena pemerintah sendiri terikat dengan kepentingan klas-klas tersebut. Pemerintah Sementara juga tidak berniat menghentikan peperangan, karena Pemerintah Sementara terikat pada kepentingan kekuatan-kekuatan imperialis Inggris dan Prancis. Bahkan dengan menarik manfaat dari revolusi yang baru bergolak, Pemeraintah Sementara bermaksud melibatkan diri secara lebih aktif dalam peperangan antara kekuatan-kekuatan imperialis ini; dengan sasaran untuk mencaplok Konstantinopel, kawasan Teluk dan wilayah Galicia.

Menjadi jelas, betapa kepercayaan rakyat kepada kebijakan-kebijakan Pemerintahan sementara menjadi semakin luntur dan tak boleh dipertahankan lebih lama lagi. Jelaslah pula bahwa kekuasaan ganda (dual power) yang telah tampil sejak Revolusi Februari tidak dapat dipertahankan terus menerus. Karena pada rangkaian peristiwa yang terus bergulir, menuntut pengkonsentrasian kekuasaan pada satu pilihan: Pemerintahan sementara atau Soviet (Sovyet-Sovyet).

Memang benar bahwa kebijakan kompromis yang ditawarkan oleh kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner masih mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan massa. Memang masih ada sejumlah buruh—bahkan sejumlah besar tani dan prajurit—yang tetap mempercayai bahwa: “Majelis Konstituante akan segera dibentuk, dan segala sesuatunya akan kembali dengan jalan damai.” Dan masih ada juga yang beranggapan bahwa perang antar kekuatan imperialis (yang melibatkan negeri Rusia); perlu didukung demi “membela tanah air” atau demi “patriotisme”. Lenin menyebut orang-orang yang begitu naif dalam kekeliruannya tersebut, sebagai para defensivis. Orang-orang tersebut masih menganggap bujukan dan kebijaksanaan kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner sebagai sesuatu yang menjanjikan. Namun jelaslah bahwa bujukan dan janji-janji belaka tak akan dapat bertahan terlampau lama,… Seturut dengan perkembangan berbagai peristiwa maupun sepak terjang Pemerintahan sementara sendiri dari hari ke hari; semakin membuktikan ke rakyat watak sesungguhnya dari pemerintahan ini. Dan juga watak kompromis dari kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner yang mendukung kebijakan mengulur-ulur waktu yang membodohi rakyat.

Pemerintahan sementara tidak sekedar hanya membatasi dirinya dengan melakukan tindakan-tindakan terselubung, guna menghambat pergerakan revolusioner massa.. lebih jauh lagi, Pemerintahan sementara melakukan berbagai upaya : untuk melancarkan pukulan-pukulan terbuka terhadap gerakan demokratik—dengan dalih-dalih ‘demi stabilitas”, “untuk memulihkan ketertiban”, ”demi menegakkan disiplin”—seruan-seruan ini lajimnya ditujukan kepada prajurit-prajurit yang memihak rakyat. Semua upaya ini tidak lain untuik menggiring revolusi ke arah yang berkesesuaian dengan kepentingan borjuasi. Namun segala upaya diatas lebih banyak menemukan kegagalan. Dan rakyat dengan penuh antusias mengekspresikan hak-hak sipil mereka yang selama ini selalu dibelenggu. Hak-hak tersebut diantaranya kebebasan untuk mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berorganisasi, bahkan kebebasan untuk berdemonstrasi. Kaum buruh maupun prajurit-prajurit yang populis, berikhtiar untuk memanfaatkan sepenuh-penuhnya hak-hak demokratik yang baru direbut ini; dalam rangka untuk mengambil peran aktif dalam kehidupan politik (yang juga berarti berupaya untuk mendapatkan pemahaman yang ilmiah atas situasi politik yang tengah bergolak, dan menarik kesimpulan/menentukan langkah-langkah yang harus diambil).

Setelah Revolusi Februari, pengorganisasian yang dilakukan oleh Partai Bolshevik (yang selama ini melakukan kerja-kerja secara ilegal, di bawah kondisi-kondisi represif kekuasaan Tsar); kini bangkit dari bawah tanah dan mulai melakukan kerja-kerja politik dan organisasional secara terbuka. Keanggotaan Partai Bolshevik pada waktu itu tidak lebih dari 40.000 atau 45.000 orang. Namun mereka semua adalah revolusioner-revolusioner gigih yang berjuang dengan prinsip membaja. Komite-komite partai direorganisasi ke dalam prinsip sentralisme demokrasi.

Ketika partai memulai kehadirannya secara legal, perbedaan-perbedaan pendapat di antara jajran-jajaran partai menjadi terbuka pula. Kamenev dan sejumlah buruh dari Moskow—misalnya Rykov, Buvnov dan Nogin—mengambil posisi yang “separuh Menshevik” (dengan memberikan dukungan bersyarat pada Pemerintahan sementara dan pada kebijakan kaum kaum defensivis). Stalin yang baru saja pulang dari pengasingan—Molotov dan lain-lainnya, bersama-sama dengan mayoritas anggota partai—mendukung kebijakan untuk tidak mempercayai Pemerintahan sementara, menentang ajakan kaum defensivis, dan menyerukan perjuangan aktif bagi perdamaian dengan menentang peperangan imperialis. Beberapa anggota partai mengalami kebimbangan akibat kemunduran orientasi politiknya, maupun akibat tahun-tahun yang panjang di penjara/di tempat pembuangan. Ketidakhadiran pemimpin Partai –Lenin- memang sangat dirasakan juga.

Pada tanggal 3 April (atau tanggal 16 April menurut tanggalan standar) tahun 1917, setelah menjalani masa yang panjand di pembuangan, Lenin kembali ke Rusia. Kembalinya Lenin memiliki arti yang sangat penting bagi Partai dan revolusi.

Sementara berada di Swiss —begitu mendengar khabar pertama tentang revolusi— Lenin menuliskan suratnya (yang berjudul “Surat dari Kejauhan” [Letters From Afar] kepada partai dan klas buruh di Rusia. Dalam suratnya Lenin mengatakan:

Kaum buruh. Engkau telah mempergelarkan kepahlawanan proletar yang mengagumkan —kepahlawanan rakyat— dalam perang saudara melawan kekuasaan Tsar. Namun Engkau sekalian masih harus mempergelarkan kedisiplinan organisasi— organisasi klas proletar bersama segenap rakyat—dalam rangka mempersiapkan jalan bagi kemenanganmu dalam tahapan revolusi yang kedua”. (Lenin, Karya-Karya terseleksi/Selected Works, Edisi Inggris, Moscow 1947, Jilid I, halaman 741).

Lenin tiba di Petrograd pada malam 3 April 1917. Ribuan buruh, prajurit-prajurit, kelasi-kelasi/awak-awak kapal berhimpun memenuhi stasiun kereta api Finland (maupun di sekitar taman stasiun) untuk menyampaikan solidaritas dan ucapan selamat datang mereka. Antusiasme mereka ketika melihat Lenin berada dalam kereta, sungguh tidak tergambarkan. Mereka berarak-arakan sambil menggendong Lenin di bahu mereka, sampai ke ruang tunggu utama stasiun. Di situ perwakilan kaum menshevik—Chkeidze dan Skobelev—menyampaikan pidato "penyambutan” atas nama Soviet Petrograd; dalam kesempatan yang sama mereka ‘mengekspresikan harapan bahwa Lenin akan dapat menemukan “bahasa yang sama” dengan mereka. Namun Lenin tidak berhenti dan menunggu sampai pidato mereka berakhir; sambil menerobos ke luar, ia menyeruak ke tengah-tengah massa buruh dan prajurit yang menantikannya di lapangan. Segera setelah berdiri di atas kenderaan besi’ ia menyampaikan pidato legendarisnya, dengan menyerukan pada massa agar berjuang bagi kemenangan Revolusi Sosialis. “Hidup Revolusi Sosialis!”. Demikianlah pekikan yang dilontarkannya untuk menutup pidato pertamanya setelah tahun-tahun yang panjang di pembuangan.

Sekembalinya di Rusia, Lenin melibatkan dirinya secara ketat dalam kerja-kerja revolusioner. Hari yang kedua setelah kedatangannya, ia menyampaikan laporan berkenaan dengan persoalan perang dan revolusi; pada rapat Partai Bolshevik. Dan kemudian Lenin menyampaikan ulang thesis-thesis dari laporannya tersebut dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan kaum Menshevik maupun Bolshevik. Di sinilah Lenin menyampaikan Thesis Aprilnya yang terkenal. Disini Lenin menyajikan garis revolusioner yang jelas bagi Partai dan Klas Buruh; sehubungan dengan peralihan dari Revolusi Borjuis ke Revolusi Sosialis.

Thesis Lenin memiliki arti yang sangat penting bagi revolusi dan kerja-kerja partai. Revolusi merupakan momentum pembalikan dalam kehidupan sebuah negeri. Dalam kondisi-kondisi perjuangan baru yang menyertain penggulingan kekaisaran Tsar… Partai membutuhkan sebuah orientasi baru –untuk berderap maju dengan penuh percaya diri—menapaki jalan baru. Thesis Lenin menyediakan orientasi ini bagi Partai.

Thesis April Lenin telah membentangkan sebuah rancangan canggih di hadapan partai, mengenai pelaksanaan proses peralihan dari Revolusi Demokratik Borjuis ke Revolusi Sosialis: dari tahapan yang revolusi pertama menuju ke ke tahapan yang kedua, yakni tahapan Revolusi Sosialis. Sesungguhnyalah, seluruh rangkaian sejarah Partai merupakan persiapan-persiapan bagi pelaksanaan tugas agung ini. Menengok kembali pada kurun tahun 1905-an, Lenin telah menyampaikan hal ini dalam pamfletnya yang berjudul Dua Taktik Kaum Sosial Demokrasi dalam Revolusi Demokratik (Two Tactics of Social Democracy in The Democratic Revolution)… bahwa setelah penggulingan kekuasaan Tsar, klas proletar harus terus maju untuk memperjuangkan Revolusi Sosialis. Hal baru dalam Thesis ini, adalah bahwa Thesis ini memberikan rancangan kongkrit dan tepat secara teoritik, bagi tahapan awal peralihan meunju ke revolusi Sosialis.

Tahapan-tahapan peralihan (transisi) di bidang ekonomi adalah: nasionalisasi tanah dan penyitaan terhadap kepemilikan atas tanah-tanah luas (estate), penggabungan seluruh bank ke dalam sebuah bank nasional (di bawah kontrol perwakilan-perwakilan buruh dalam Soviet) dan penegakan kontrol atas produksi sosial maupun pendistribusian barang-barang.

Dalam bidang politik, Lenin mengusulkan peralihan dari republik parlementer ke republik Soviet (Republik Sovyet-Sovyet). Hal ini merupakan tahap penting—yang lebih maju—dalam teori dan praktek Marxisme. Sejauh ini, para teoritisi Marxis selalu menganggap bahwa republik parlementer merupakan bentuk terbaik bagi peralihan/transisi menuju Sosialisme. Kini Lenin mengajukan usul untuk menggantikan republik parlementer dengan republik Soviet—sebagai bentuk yang paling cocok bagi pengorganisasian politik masyarakat—dalam periode transisi dari kapitalisme ke sosialisme.


Gambaran spesifik tentang situasi di Rusia saat kini”, demikiian pernyataan thesis tersebut, “adalah bahwa situasi sekarang ini merupakan transisi (peralihan) dari tahapan pertama revolusi. Sebuah tahapan yang masih menempatkan kekuasaan di tangan borjuasi (berkenaan dengan organisasi dan kesadaran klas proletariat yang masih belum matang)…. Tahapan pertama tadi harus dilanjutkan menuju tahapan kedua, yang menempatkan kekuasaan di tangan kaum proletariat dan lapisan termiskin kaum tani”. (Lenin, Karya-Karya Terseleksi, Jilid II, Halaman 18).

Dan selanjutnya:

Yang kita butuhkan bukanlah sebuah republik parlementer. Karena pemakaian sebuah republik palementer setelah terbentuknya Soviet dengan perwakilan-pewrwakilan buruhnya akan akan merupakan sebuah langkah mundur. Sehingga yang tepat adalah republik Soviet—dengan perwakilan-perwakilan Buruh, Tani, Pekerja-Pekerja Agraria—yang meliputi seluruh negeri dari atas ke bawah (Karya-Karya Terseleksi, Jilid II, Halaman 18).

Di bawah pemerintahan baru—Pemerintahan sementara—perang kaum imperialis tetap dilanjutkan, adalah tugas Partai untuk menjelaskan kepada massa dan menunjukkan kepada mereka …. Bahwa sampai kaum borjuis dapat ditumbangkan, akan merupakan sesuatu yang mustahil untuk mengakhiri peperangan dengan perdamaian sejati yang demokratik.

Sehubungan dengan Pemerintahan sementara, Lenin menyerukan slogan: “Tak ada dukungan bagi Pemerintahan sementara!”

Lebih lanjut lagi Lenin menegaskan pada Thesisnya, bahwa Partai kita masih merupakan minoritas dalam Soviet yang sudah terbentuk. Bahwa Soviet telah didominasi oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner (yang merupakan sarana bagi borjuasi untuk mempengaruhi klas proletariat).

Sehingga tugas partai tercakup dalam hal-hal sebagai berikut:

Harus dijelaskan kepada massa luas bahwa Soviet dengan perwakilan-perwakilan buruhnya adalah satu-satunya bentuk yang mungkin bagi pemerintahan revolusioner. Dan karenanya tugas kita adalah …(selama pemerintahan ini masih tunduk pada pengaruh borjuasi) untuk melancarkan penjelasan yang sabar, sistematis dan konsisten….atas kekeliruan-kekeliruan mereka dalam menetapkan taktik, dan juga penjelasan khususnya untuk mengadaptasikan kebutuhan-kebutuhan praktis massa. Selama kita tetap merupakan minoritas, kita harus tetap melancarkan kerja-kerja untuk memblejeti dan mengecam kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sementara pada saat yang sama kita menyerukan keharusan untuk mengalihkan kekuasaan negara dalam keseluruhannya kepada Soviet dengan Perwakilan Buruh, Tani dan seterusnya….(Lenin, Karya-Karya Terseleksi, Edisi Rusia, Jilid XX, halaman 88).

Hal ini tidak berarti Lenin sedang menyerukan penumbangan Pemerintahan sementara sekarang juga. Tidak! Sementara masih mendapatkan kepercayaan dari Soviet, Lenin tidak menyerukan penggulingan Pemerintahan sementara pada saat itu juga. Nmun yang dimaksudkan oleh Lenin adalah; lewat kerja-kerja yang memberikan perspektif penerangan dan penjelasan (termasuk rekruitmen yang luas); Lenin menyerukan agar kita menjadi mayoritas di Soviet tersebut. Dengan demikian dapatlah dilakukan perubahan kebijakan Soviet; dan Soviet itu kebijakan dan komposisi pemerintah dapat diubah pula. Inilah alur damai dalam perkembangan revolusi.

Lebih lanjut lagi Lenin menyerukan bahwa "jubah yang telah ternoda” harus ditanggalkan. Maksudnya, bahwa partai tidak perlu lagi menyebut dirinya sebagai Partai Sosial Demokratik. Partai-partai dalam Internasional Kedua dan kaum Menshevik di Rusia juga menyebut dirinya sebagai Sosial Demokrat. Sebutan ini telah ternoda dan dipermalukan oleh sepak terjang kaum oportunis, maupun para pengkhianat Sosialisme. Lenin mengusulkan agar Partai Bolshevik menyebut dirinya sebagai Partai Komunis. Ini adalah nama yang diberikan Marx dan Engels bagi partai mereka. Nama ini secara ilmiah memang tepat, karena tujuan final dari Partai Bolshevik memang untuk mencapai komunisme. Dari sistem masyarakat kapitalisme—umat manusia hanya dapat mencapai Komunisme—melalui sosialisme: yakni kepemilikan bersama atas alat produksi, dan pendistribusian produk-produk sesuai dengan porsi kerja yang dilaksanakan oleh tiap orang. Lenin menegaskan bahwa dengan demikian Partai kita akan menunjukkan wataknya yang sejati, dengan maxim/prinsip yang jelas: “dari tiap orang sesuai dengan kemampuannya; bagi tiap orang sesuai dengan kebutuhannya”.

Sebagai penutup atas Thesisnya Lenin mengiumandangkan "teriakan perang” atas borjuasi, kaum Menshevik maupun Sosial Revolusioner.

Kaum Menshevik sendiri kemudian mengeluarkan seruan kepada kaum buruh yang diawali ndengan peringatan: “Bahwa revolusi sedang berada di tengah-tengah bahaya”. Bahaya tersebut—seturut dengan pendapat kaum Menshevik—adalah pada fakta bahwa kaum Bolshevik telah memajukan tuntutan bagi perebutan kekuasaan, atas perwakilan Buruh dan Prajurit dalam Soviet.

Dalam surat kabarnya—Yedinstvo (Persatuan)—Plekhanov menuliskan sebuah artikel yang menggambarkan pidato Lenin sebagai sebuah “pidato yang penuh amarah”. Plekhanov mengutip komentar seorang anggota Menshevik yang bernama Chkheidze, yang berkata: “Lenin sendirilah yang akan tetap tertinggal diluar revolusi, dan kita akan melangkah dengan jalan kita sendiri”.

Pada tanggal 14 April 1917 diselenggarakan Konferensi Kota Partai Bolshevik I Petrograd. Konferensi ini menyepakati thesis-thesis Lenin, dan berketetapan untuk menjadikan thesis tersebut sebagai landasan kerja mereka. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi organisasi-orgsanisasi lokal dalam tubuh partai, untuk mengikuti thesis lenin. Keseluruhan Partai—dengan pengecualian beberapa individu semacam Kamenev, Rykov dan Pyatakov—menerima thesis-thesis Lenin dengan sambutan yang antusias.


2.AWAL KRISIS DALAM PEMERINTAHAN SEMENTARA. KONFERENSI PARTAI BOLSHEVIK PADA BULAN APRIL.

Sementara kaum Bolshevik melakukan segala persiapan yang dipandang perlu bagi gerak revolusi yang lebih maju lagi; Pemerintahan sementara justru tetap menekan rakyat. Pada tanggal 18 April, Milyukov (Menlu Pemerintahan sementara) menyampaikan amanat kepada negeri-negeri Sekutu Rusia bahwa: “Seluruh rakyat berkeinginan untuk melanjutkan Perang Dunia, sampai kemenangan menentukan berhasil kita raih. Dan bahwa Pemerintahan sementara berniat untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang perlu terhadap sekutu-sekutu kami”.

Dengan demikian Pemerintahan sementara menundukkan dirinya di hadapan perjanjian-perjanjian perang yang pernah dibuat oleh Tsar. Yang artinya adalah kesediaan untuk menumpahkan lebih banyak darah rakyat lagi, sampai kekuartan-kekuatan imperialis merasa puas dengan perluasan kekuasaan dan kemenangan-kemenangannya.

Pada tanggal 19 April 1917, pernyataan ini (“amanat Milyukov”) tersebar dan terdengar oleh kalangan buruh dan prajurit-prajurit. Keesokan harinya Komite Sentral Partai Bolshevik melancarkan seruan kepada massa agar memprotes kebijakan imperialis yang diambil oleh Pemerintahan sementara. Dari tanggal 20-21 April (atau 3-4 Mei) 1917, tidak kurang dari 100.000 buruh dan prajurit—yang terdorong oleh kemarahan atas pernyataan Milyukov—berhimpun dalam aksi demonstrasi. Panji-panji yang diusung oleh massa meneriakkan tuntutan: “Bongkar Perjanjian Rahasia!”, “Hentikan Peperangan”, “Segenap kekuasaan bagi Soviet” (All Power To The Soviets!”). Ratusan ribu buruh dan prajurit itu berpawai dari pinggiran kota menuju pusat keramaian ibu kota, tempat kedudukan Pemerintahan sementara. Di beberapa sudut perkotaan terjadi bentrok dengan para pendukung borjuasi.

Salah seorang juru bicara utama kaum kontra-revolusioner yakni Jenderal Kornilov, menghendaki agar aksi massa tersebut dihadapi dengan kekerasan. Bahkan ia telah mengeluarkan instruksi untuk segera menembak mati massa rakyat yang tengah berpawai tersebut. Namun jajaran tentara bawahannya tidak ada yang mematuhi instruksi tersebut.

Selama berlangsungnya demonstrasi tersebut,--sekelompok kecil anggota Komite Partai Kota Petrograd (yakni Bagdatyev ,Cs)—menyelipkan tuntutan dan slogan untuk menggulingkan Pemerintahan sementara. Komite Sentral Partai Bolshevik mengecam keras tingkah laku para petualang “kiri” tersebut. Bukan itu saja, slogan tersebut malah menghambat/mempersulit Partai—dalam upaya-upayanya memenangkan dukungan mayoritas dalam Soviet—dan yang terutama adalah : menyimpang dari garis Partai! (yang menekankan bahwa tahapan perkembangan revolusi pada saat ini, masih harus dijalankan secara damai).

Apapun juga momen tanggal 20-21 April 1917 menandai awal krisis yang parah dari Pemerintahan sementara. Peristiwa ini juga menandai keretakan yang serius pertama sehubungan dengan kebijakan kompromistis kaum Menshevik dengan Sosial Revolusioner.

Pada tanggal 2 Mei 1917—dibawah tekanan keras tuntutan massa—Milyukov dan Guchov diberhentikan dari jabatannya dalam Pemerintahan sementara. Dengan demikian dimulailah pembentukan Pemerintahan (koalisi) Sementara. Pemerintahan sementara hasil koalisi ini, menambahkan perwakilan-perwakilan baru di dalamnya; antara lain: perwakilan-perwakilan borjuasi, Menshevik yakni Skobelev dan Tsereteli) maupun Sosialis Revolusioner (Chernov, Kerensky,dll).

Selanjutnya, kaum Menshevik yang pada tahun 1905 mengeluarkan larangan—bagi perwakilan-perwakilan Partai Sosial Demokratik—untuk mengambil bagiand dalam Pemerintahan sementara yang revolusioner… Sekarang mereka malah memperbolehkan perwakilan-perwakilan kaum Menshevik untuk mengambil bagian dalam Pemerintahan sementara yang kontra-revolusioner. Dengan demikian secara sadar kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner telah mencampakkan diri mereka sendiri dalam kubu borjuasi yang kontra-revolusioner.

Pada tanggal 24 April 1917 diselenggarakan konferensi ke tujuh Partai Bolshevik. Untuk pertama kalinya sejak didirikan, Konferensi Partai Bolshevik boleh diselenggarakan secara terbuka. Dalam sejarah Partai, penyelenggaraan konferensi ini memiliki arti penting yang setara dengan dengan sebuah Kongres Partai. Konferensi bulan Ap[ril yang meliputi segenap perwakilan Rusia ini, memperlihatkan bahwa partai telah berkembang sedemikian pesat, melampaui perhitungan-perhitungan yang telah dibuat selama ini. Konferensi dihadiri 133 delegasi dengan hak pilih dan 18 orang delegasi dengan hak bicara, namun tanpa hak pilih. Mereka ini semua mewakili 80.000 anggota solid partai. Konferensi ini melakukan pembahasan dan penetapan atas garis Partai, berkenaan dengan semua persoalan penting tentang perang dan revolusi antara lain situasi politik yang berlaku saat ini, tentang peperangan itu sendiri, tentang Pemerintahan sementara, tentang Soviet , tentang persoalan-persoalan agraria,tentang persoalan kebangsaan, dan lain-lain.

Dalam laporannya, Lenin memformulasikan prinsip-prinsip yang telah dikedepankannya dalam Thesis April. Tugas Partai adalah untuk mengefektifkan transisi/peralihan dari tahapan pertama revolusi…."Yakni dari tahapan pertama yang menermpatkan kekuasaan di tangan borjuasi--Menuju tahapan kedua, yang menempatkan kekuasaan di tangan proletariat dan lapisan termiskin dari kaum tani" (Lenin). Rangkaian perkembangan yang perlu dipersiapkan oleh partai adalah untuk menyediakan syarat-syarat bagi revolusi Sosialis. Tugas mendesak Partai, menurut Lenin tercermin dalam slogan: "Segenap kekuasaan bagi Soviet!".

Slogan "Segenap kekuasaan bagi Soviet!" mengandung artoi bahwa adalah sebuah keharusan untuk mengakhiri kekuasaan ganda yang masih berlangsung sampai saat ini. Yakni, kekuasaan Pemerintahan Sementara di satu pihak dan dengan kekuasaan Soviet di pijhak lain. Keharusan untuk mengambil alih segenap kekuasaan bagi Soviet, dan dengan demikian menendang keluar perwakilan tuan-tuan tanah dan para p[emilik modal dari organ-organ pemerintahan.

Konferensi itu sendiri berhasil memutuskan bahwa satu tugas terpenting dari Partai adalah: Memberikan penjelasan yang tak kenal lelah atas fakta bahwa "Pemerintahan sementara pada hakikatnya adalah organ kekuasaan milik tuan-tuan tanah dan borjuasi". Dan juga menunjukkan betapa fatalnya kebijakan kompromistis kaum Sosialis Revolusioner dan Menshevik, yanbg senantiasa mengelabui rakyat dengan janji-janji palsu; dan malah menempatkan rakyat di bawah jurang penderitaan perang imperialis maupun kontra-revolusi. Pada konferensi tersebut Kamenev dan Rykov menentang pandangan Lenin. Sambil menggaungkan cara pandang Menshevik, mereka menekankan bahwa Rusia belum matang bagi sebuah Revolusi Sosialis. Bahwa hanya sebuah republik Borjuis yang cocok dengan Rusia sehingga mereka mengusulkan agar Partai dan klas buruh membatasi dirinya cukup dengan "mengontrol" Pemerintahan sementara saja. Dalam kenyataannya mereka (Kamenev dan Rykov)--sebagaimana juga kaum Menshevik-- hanya memelihara kekuasaan kapitalisme dan borjuasi.

Dalam konferensi itu Zinoviev juga berbeda pandangan dengan Lenin. Khususnya tentang persoalan apakah Partai Bolshevik perlu mempertahankan aliansi Zimmerwald, ataukah menyatakan dirinya keluar dan membentuk Internasional Baru. Sebagaimana telah diperlihatkan dalam masa tahun-tahun peperangan,--sementara aliansi ini membawa propaganda perdamaian yang menentang perang--aliansi inin tidak benar-benar memisahkan dirinya dengan sebagian anggotanya yang menyokong perang. Karenanya Lenin menekankan perlunya untuk segera menarik diri dari aliansi ini, dan membentuk Komunis Internasional baru . Sedangkan Zinoviev sendiri beranggapan bahwa aliansi Zimmerwald perlu tetap dipertahankan. Dengan tajam Lenin mengecam proposal/usulan Zinoviev, dan menyebut taktiknya sebagai "taktik semi oportunis yang merusak".

Konferensi bulan April ini juga membahas tentang permasalahan nasional dan agraria. Sehubungan dengan laporan Lenin mengenai persoalan agraria… Konferensi mengeluarkan sebuah resolusi yang menyerukan pengambilalihan atas tanah-tanah kepemilikan yang luas (estate-estate), yang harus diserahkan penyelesaiannya kepada komite-komite tani, dan juga seruan bagi nasionalisasi atas seluruh tanah. Partai menyarankan perlawanan bagi kaum tani agar merebut tanah yang mereka perlukan, dan menegaskan bahwa hanya Partai Bolshevik-lah yang menyokong kaum tani bagi penyingkiran tuan-tuan tanah.

Laporan kawan Stalin juga mempunyai arti yang sangat penting, terutama berkenaan dengan persoalan kebangsaan. Bahkan jauh sebelum revolusi pada masa awal perang imperialis, Lenin dan Stalin telah coba memformulasikan prinsip-prinsip fundamental bagi kebijakan Partai tentang persoalan nasional. Lenin dan Stalin menegaskan bahwa partai proletariat harus mendukung pergerakan kemerdekaan nasional, atas rakyat tertindas di bawah imperialisme. Sebagai konsekuensinya Partai Bolshevik menyokong hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, bahkan kalau perlu memisahkan dirinya dan membentuk negara tersendiri. Demikianlah pandangan yang dikedepankan oleh Kawan Stalin, dalam laporan yang disampaikannya di konferensi atas nama Komite Sentral.

Lenin dan Stalin yang ditentang oleh Rytakov--yang bersama-sama dengan Bukharin--memang telah mengambil posisi chauvinis nasional sehubungan dengan persoalan kebangsaan. Pyatakov dan Bukharin sendiri memang menentang hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Posisi yang ditetapkan oleh Partai secara secara konsisten atas persoalan kebangsaan. --(perjuangannya bagi kesetaraan yang sepenuh-penuhnya atas bangsa-bangsa, penghapusan segala bentuk penindasan dan ketidaksetaraan atas bangsa-bangsa)--pada gilirannya menghasilkan simpati dan solidaritas dari bangsa-bangsa yang tertindas.

Teks resolusi mengenai persoalan kebangsaan yang diputuskan oleh Konferensi bulan April tersebut adalah sebagai berikut:

"Kebijakan atas penindasan bangsa-bangsa yang diwariskan dari kekuasaan otokrasi dan monarki--selalu didukung oleh tuan-tuan tanah, kaum kapitalis maupun borjuis kecil--dalam rangka untuk melindungi hak-hak istimewa mereka dan mengakibatkan keretakan/ketidaksatuan kaum buruh di berbagai negeri. Imperialisme modern yang membutuhkan penaklukan atas bangsa-bangsa untuk memenuhi kepentingannya, adalah sebuah faktor baru yang meningkatkan penindasan bangsa-bangsa tersebut".

Oleh karena penghapusan atas penindasan bangsa-bangsa sudah dapat dilaksanakan (bahkan) di bawah masyarakat kapitalis. Yakni di bawah syarat-syarat sistem demokratik yang konsisten, dan pengaturan negara yang menjamin kesetaraan yang sepenuhnya atas bangsa-bangsa maupun bahasa-bahasanya.

Hak tiap bangsa-bangsa yang menjadi bagian pembentuk Rusia untuk memisahkan diri dan membentuk negara-negara independen harus dihormati. Mengabaikan hak-hak ini atas mereka, atau kegagalan untuk menyediakan patokan-patokan bagi terjaminnya pelaksanaan praktis atas hak-hak ini….Adalah sama saja dengan mendukung kebijaksanaan aneksasi atau penundukan suatu wilayah tertentu. Hanya pengakuan/penghormatan dari klas proletar atas hak bangsa-bangsa untuk memisahkan dirinyalah--yang dapat memastikan solidaritas sepenuh-penuhnya di antara kaum buruh dari berbagai bangsa--untuk mendorong bangsa-bangsa tersebut lebih dekat lagi ke garis demokratik yang sejati.

Hak bangsa untuk memisahklan diri jangan sampai disalah artikan sebagai kelayakan bagi sebuah bangsa tertentu untuk melakukan pemisahan diri kapan saja (tanpa memperhatikan momentum yang tepat). Partai proletariat harus memutuskan persoalan tersebut secara independen; yang disesuaikan dengan kesimpulan tentang tingkat perkembangan masyarakat secara keseluruhan--maupun kepentingan perjuangan klas proletariat bagi sosialisme.

Partai menuntut: otonomi regional yang luas, penghapusan kontrol semata dari atas, penghapusan kewajiban. Keharusan bagi pemakaian bahasa negara, penentuan batas-batas wilayah pengaturan diri tersebut, maupun wilayah-wilayah otonom oleh penduduk lokal/wilayah itu sendiri (yang sesuai dengan kondisi-kondisi sosial ekonominya maupun komposisi nasional atas penduduknya, dll).

Partai proletariat dengan ini menolak apa yang disebut sebagai "otonomi budaya bangsa", yang menempatkan persoalan pendidikan misalnya, terpisah dari tanggung-jawab negara; dan yang hendak menyerahkannya kepada kompetensi semacam lembaga perwakilan nasional. Otonomi budaya bangsa secara semu akan memisahkan kaum buruh yang tinggal di wilayah yang sama, dan bahkan menceraikan kaum buruh yang bekerja di perusahaan yang sama, dikarenakan latar belakang "budaya" bangsa yang berbeda-beda. Dengan lain perkataan, hal tersebut hanya akan memperkuat iktan-ikatan buruh dengan budaya/tradisi borjuis yang menghinggapi oleh bangsa-bangsa tersebut. Padahal salah satu tujuan kaum Sosial Demokrat adalah untuk membangun budaya Internasional bagi dunia proletariat.

Partai menghendaki agar pengakuan atas hak-hak dasar dapat diterapkan dalam konstitusi yang menghapuskan semua hak-hak istimewa yang dinikmati bangsa tertentu; di atas penindasan/pengingkaran hak-hak bangsa minoritas.

Kepentingan kelas buruh menuntut agar: kaum buruh dari berbagai latar kebangsaan di Rusia, sanggup memiliki organisasi-organisasi proletariat yang merupakan wadah bersama… Organisasi-organisasi ini dapat merupakan serikat buruh, organisasi politik, lembaga-lembaga pendidikan dalam wujud koperasi, dan lain-lain. Hanya pengorganisasian kaum buruh secara bersama --dengan latar belakang kebangsaaan yang berbeda-beda inilah -- yang membuat kelas proletariat sanggup untuk memikul perjuangan yang sukses melawan modal international dan nasionalisme borjuis". (Resolusi Partai Komunis Uni Soviet (Bolshevik, edisi Rusia bagian I, halaman 239-240).

Demikianlah konfernsi partai pada bulan April itu telah menunjukkan pihak-pihak yang memiliki cara pandang anti Leninis, seperti yang dianut oleh Kamenev, Zinoviev, Pytakov, Bukharin, Rykov dengan segelinit pengikut mereka. Nyatanya konferensi itu sendiri secara bulat memutuskan untuk menerima usul-usul Lenin. Dengan mengambil posisi yang tegas atas semua persoalan-persoalan penting dan mendorong rangkaian gerak menuju kemenangan revolusi Sosialis.

3. Keberhasilan partai Bolshevik di Ibu kota. Serangan Prematur Tentara-tentara Pemerintahan sementara. Pembantaian atas aksi massa kaum buruh dan prajuit-prajurit.

Berlandaskan keputusan yang telah ditetapkan pada konferensi bulan April; Partai mengembangkan aktivitas-aktivitas yang diperluas bagi massa, melakukan pelatihan dan pengorganisiran massa. Garis partai pada periode itu adalah: memberikan pendidikan tekun kepada massa perihal kebijakan Bolshevik, memblejeti kebijakan-kebijakan yang kompromistis Kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner, mengasingkan partai-partai kompromis tersebut dari massa dan terutama memenangkan dukungan mayoritas dalam soviet. Sehubungan dengan kerja-kerja di soviet, partai Bolshevik melancarkan aktivitas-aktivitas yang gencar pada serikat-serikat buruh dan komite-komite pabrik.

Yang juga mencolok adalah kerja partai di dalam tubuh angkatan bersenjata. Karenanya pula organisasi-organisasi militer mulai bermunculan dimana-mana. Kaum Bolshevik bekerja tanpa kenal lelah di garis depan maupun di garis belakang, dalam rangka mengorganisir serdadu-serdadu dan pelaut-pelaut. Peran penting yang dilakukan untuk mendorong serdadu-serdadu agar menjadi revolusioner yang aktif, juga dilakukan lewat koran/surat kabar Bolshevik: Okapnaya Pravda (Parit perlindungan kebenaran).

Berkat kerja keras agitasi propaganda Bolshevik, (sejak awal meletusnya revolusi) kaum buruh di berbagai kota, telah menyelenggarakan pemilihan-pemilihan jajaran baru di dalam soviet. Khususnya dalam soviet di tingkat distrik, rakyat lebih senang memilih perwakilan Menshevik dan Sosialis Revolusioner.

Kerja keras kaum Bolshevik ternyata membuahkan hasil gemilang terutama di Ibu kota Petrograd. Pada tanggal 30 Mei s/d 3 juni 1917 diselenggarakan komite-komite pabrik di tingkat kota Petreograd. Hampir seluruh kelas buruh di kota Petrograd menyokong slogan Bolshevik --"Seluruh Kekuasaan pada Soviet".

Dalam kongres soviet (yang pertama), kaum Bolshevik dengan tegas menekankan konsekuensi-konsekuensi fatal yang akan terjadi bila kompromi dengan borjuasi, dan memblejeti watak imperialis yang sesungguhnya dari peperangan yang masih berlangsung. Lenin menyampaikan pidato pada kongres ini, sambil menunjukkan ketepatan garis Bolshevik. Lenin menambahkan pula, bahwa hanya sebuah pemerintahan soviet sajalah yang sanggup memberikan roti bagi pekerja, tanah bagi kaum tani, menjamin perdamaian dan membimbing negeri keluar dari kemelut berkepanjangan.

Sebuah kampanye massa diselenggarakan ketika itu, di distrik-distrik kelas buruh di kota Petrograd… guna menjelaskan tuntutan kongres soviet di hadapan massa luas. Dalam rangka untuk mencegah meletusnya aksi-aksi demonstrasi yang tanpa arah/orientasi (yang hanya spontan/memanfaatkan sentimen-sentimen revolusioner massa bagi kepentingan-kepentingan tertentu belaka); Komite eksekutif soviet kota Petrograd memutuskan untuk menyelenggarakan sebuah aksi massa pada tanggal 18 Juni (atau 1 Juli, penanggalan internasional) 1917. Kaum Menshevik maupun Sosialis Revolusioner, berharap-harap agar aksi massa tersebut dapat diselenggarakan dibawah slogan-slogan anti Bolshevik. Partai Bolshevik mulai melakukan persiapan-persiapan dengan giat bagi terlaksananya demonstrasi ini. Kawan Stalin menulis di Pravda bahwa, "..Adalah tugas kita untuk memastikan bahwa aksi demonstrasi akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juni di kota Petrograd, berjalan di bawah slogan-slogan revolusioner kita".

Aksi demonstrasi tanggal 18 Juni 1917 itu sendiri diawali dari makam para martir/pahlawan-pahlawan revolusi. Aksi ini menjadi saksi atas terujinya daya juang kekuatan Bolshevik. Aksi ini juga mengungkapkan semangat revolusioner yang menjalar di tengah-tengah, dan dan kepercayaan massa yang yang semakin tumbuh atas Partai Bolshevik. Slogan-slogan yang dimainkan oleh Menshevik dan Sosialis revolsuioner untuk bersandar pada Pemerintahan sementara dan seruan-seruan untuk tetap melanjutkan perang, lenyap di tengah derapan massa dan gelombang slogan-slogan kaum Bolshevik. Tidak kurang dari 400.000, massa mengusung panji-panji dan slogan: "Hentikan peperangan!", "Pecat Sepuluh Menteri Kapitalis!", "Segenap kekuasaan untuk Soviet!". Peristiwa ini benar-benar mencerminkan kegagalan besar Menshevik dan dan Sosialis Reolusioner, kegagalan yang sama bagi bagi Pemerintahan sementara di jantung kekuasaannya.

Betapapun Pemerintahan sementara masih memperoleh dukungan dari Kongres-Kongres Soviet yang pertama, dan mereka tetap memutuskan untuk melanjutkan kebijakan imperialis. Pada hari yang sama, yakni tanggal 18 Juni, Pemerintahan sementara --dalam kepatuhannya pada kekuatan imperialis Inggris dan Prancis--mengirimkan tentara ke garis depan untuk melakukan serangan. Pihak borjuasi memandang hal ini sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri revolusi. Dengan harapan bahwa serangan akan berhasil--pihak borjuasi ingin sekali merebut seluruh kekuasaan di bawah gengagamannya--hendak menyingkirkan Soviet dari panggung politik dan melibas kaum Bolshevik. Bahkan menurut perhitungan kaum borjuis, kalaupun pengiriman tentara Rusia tidak akan membawa hasil, seluruh kesalahan dapat ditimpakan kepada kaum Boshevik yang memecah belah tentara.

Tak ada keraguan lagi bahwa pengiriman pasukan tersebut akan berakhir dengan kegagalan dan nyatanya memang demikian. Pasukan yang dikirim berperang tidak seimbang dengan musuh. Pasukan sendiri tidak mengerti alasan penyerangan tersebut, mereka tidak memiliki kepercayaan pada perwira-perwiranya yang nampak asing bagi mereka. Ditambah dengan fakta bahwa mereka kekurangan perlengakapan tempur seperti artileri dan bunker-bunker perlindungan. Semua ini membuat kegagalan atas penyerangan tersebut, sebagai sebuah kekalahan yang seharusnya sudah bisa dihitung di atas kertas.

Berita pengiriman tentara ke garis depan, kemudian diikuti dengan khabar kekalahannya mencekam ibukota. Kemarahan buruh dan para serdadu meluap. Menjadi jelas bahwa ketika Pemerintahan sementara menyerukan kebijakan perdamaian, itu semua hanya untuk menina bobokkan rakyat. Dan nampak jelas bagi rakyat, bahwa pemerintahan sementara hanya ingin melanjutkan perang imperialis tanpa mempedulikan rakyat. Menjadi jelas pula bahwa Komite Eksekutif Sentral Soviet Seluruh Rusia dan Soviet Kota Petrograd tidak mau ataupun tidak sanggup mengawasi sepak terjang kriminal pemerintahan sementara dan mereka sendiri juga tidak luput dari pusaran kesalahan itu.

Kemuakan dan kemarahan para buruh dan serdadu kota Petrograd mendidih sudah. Pada tanggal 3 Juli (16 Juli) 1917 sebuah demonstrasi spontan meletus di distrik Vyborg, bagian dari kota Petrograd. Aksi ini berlangsung seharian penuh. Aksi-aksi demonstrasi yang tadinya meletus secara terpisah-pisah--kemudian berkembang menjadi aksi demonstari besar yang diupersenjatai--dengan tuntutan: pengambilalihan kekuasaan kepada Soviet. Partai Bolshevik menentang aksi demonstrasi yang bersenjata --pada saat itu-- karena memandang bahwa krisis revolusioner belum lagi matang. Bahwa tentara dan propinsi-propinsi Rusia belum dipersiapkan untuk mendukung sebuah pemberontakan di ibukota negeri. Bahwasanya pemberontakan prematur yang terisolasi (baca berjalan sendiri-sendiri), hanya akan mempermudah usaha serangan balik dari kaum kontra revolusioner. Untuk sekalian juga menyerang kekuatan pelopor revolusi. Namun ketika tampaknya mustahil untuk meredam gejolak massa…Partai memtuskan untuk berpartisipasi dalam demonstrasi besar tersebut, dalam rangka untuk memberikan karakternya yang terorganisir. Dalam hal yang satu ini Partai Bolshevvik berhasil mengerjakannya. Ratusan ribu massa rakyat berderap menuju markas besar Soviet Kota Petrograd dan Komite Eksekutif Sentral Dewan-Soviet Seluruh Rusia. Mereka menuntut agar Soviet melakukan pengambilalihan kekuasaan, menyingkirkan borjuasi imperialis dan melaksanakan kebijaksanaan aktif yang damai.

Tanpa memperdulikan aksi massa rakyat yang ber;langsung dengan damai tersebut, unit-unit reaksioner--antara lain detasemen perwira dan kadet-kadet--dilepaskan untuk memburu dan membantai massa rakyat. Jalan-Jalan raya kota Petrograd berlimbah dengan darah kaum buruh dan serdadu-serdadu yanga memihak rakyat. Ternyata unit-unit tentara yang paling kontra-revolusi telah didatangkan dari garis depan guna membantai rakyat!

Setelah membungkam massa buruh dan serdadu-serdadu populis dengan peluru dan senapan, kaum Menshevik bersama kaum Sosialis Revolusioner melakukan aliansi dengan Borjuasi dan jenderal-jenderal kontra-revolusion (Whiteguard generals). Aliansi ini dibuat untuk menyingkirkan partai Bolshevik. Terbitan Pravda dihancurkan. Pravda, Soldatskaya Pravda (Kebenaran Serdadu) juga diberangus. Seorang buruh bernama Vionov dibunuh dengan keji oleh para kadet ditengah-tengah jalan raya, hanya karena menjual Buletin Pravda (Listok Pravda). Dimana-mana dilakukan pembersihan/pelucutan senjata atas tentara-tentara rakyat (Red Guards). Unit-unit revoluysioner dari garnisun-garnisun kota Petrograd ditarik dari ibukota dan dibunuh di parit-parit pinggiran kota. Penangkapan juga dilanjutkan dari garis depan samai ke garis paling belakang medan pertempuran. Pada tanggal 7 Juli dikeluarkanlah sebuah surat perintah penangkapan Lenin. Sejumlah anggota terkemuka Partai Bolshevik ditangkapi. Pabrik percetakan Trud tempat dicetaknya materi-materi publikasi Bolshevik diratakan dengan tanah. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Kota Petrograd mengumumkan bahwa Lenin dan sejumlah pimpinan Bolshevik dituduh melakukan "pengkhianatan besar" dan telah menggalang upaya-upaya unmtuk melakukan pemberontakan bersenjata. Dakwaan-dakwaan atas Lenin direkayasa di Markas Besar Jenderal Denikin, yang didasarkan pada kesaksian mata-mata maupun agen-agen provokator.

Pemerintahan sementara hasil koalisi ini--yang melibatkan perwakilan-perwakilan utama Menshevik dan Sosial Revolusioner, seperti Tsereteli, Skobelev, dan Chernov--terpuruk jatuh ke dalam pusaran imperialisme dan kontra revolusi. Bukannya menjalankan kebijakan damai, mereka malah melanjutkan terus peprangan yang telah membawa penderitaan besar bagi rakyat. Bukannya menegakkan hak-hak demokratik rakyat, mereka malah melibasnya dengan kekuatan senjata.

Apa yang ragu-ragu dilakukan oleh perwakilan kaum borjuis (Guchov dan Milyukov), justru dilakukan dengan lebih sadis oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai sosialis (seperti Kerensky, Tsereteli, Chernov dan Skobelev).

Jelas bahwa kekuasaan ganda ini harus diakhiri. Dalam hal ini nampaknya pihak borjuasi pun setuju, asal demi kepentingan borjuasi sendiri. Seperti saat ini, ketika seluruh kekuasaan telah ditenggelamkan oleh pemerintahan sementara. Sementara pada saat yang sama Soviet (dengan pimpinan Sosialis Revolusioner dan Mensheviknya) telah lumpuh dan ditundukkan di bawah kekuasaan Pemerintahan sementara.

Periode damai dalam revolusi telah berakhir, karena kini bayonet dan senjatalah yang telah menggantikannya sebagai agenda utama.

Sehubungan situasi yang sama sekali telah berubah, Partai Bolshevik memutuskan untuk mengubah taktiknya. Partai kembali ke bawah tanah. Partai mengupayakan tempat-tempat persembunyian yang aman bagi pimpinan-pimpinannya, terutama Lenin. Dan yang paling penting adalah: Partai kini mempersiapkan diri bagi sebuah pemberontakan. Dengan sasaran untuk menggulingkan kekuasaan borjuasi secara paksa/ dengan kekuatan bersenjata dan menegakkan keuasaan Soviet.

4. PARTAI BOLSHEVIK MENETAPKAN JALAN PERSIAPAN BAGI PEMBERONTAKAN BERSENJATA. KONGRES PARTAI KE-ENAM

Kongres ke enam Partai Bolshevik diselenggarakan di kota Petrograd, ditengah hiruk-pikuk pencarian/perburuan kaum Bolshevik, yang juga digencarkan oleh surat kabar/terbitan borjuis maupun borjuis kecil. Kongres partai ini diselenggarakan sepuluh tahun setelah Kongres ke 5 (di London), dan 5 tahun setelah penyelenggaraan Konferensi Bolshevik di Praha. Kongres yang diadakan secara sangat rahasia ini berlangsung dari tanggal 26 Juli-3 Agustus 1917. Yang tampil dalam pemberitaan media-media massa adalah pemberitahuan tentang penyelenggaraan itu kongres sendiri; tempat penyelenggaraannya sendiri tidak diberitahukan. Sesi-sesi awal dalam kongres diadakan di distrik Vyborg, sedangkan sisa-sisa selanjutnya diadakan di sebuah sekolah dekat gerbang Narva (dewasa ini telah menjadi Gedung Pusat Kebudayaan). Surat-surat kabar borjuis menuntut penangkapan atas para delegasi Kongres. Namun parat penyelidik yang mencoba melacak tempat penyelenggaraan Kongres pulang dengan tangan hampa.

Dan sekarang, lima bulan setelah penggulingan Tsar, kaum Bolshevik ternyata masih harus menyelenggarakan pertemuan secara tersembunyi. Sementara Lenin--Pimpinan Partai Proletariat--dipaksa untuk bersembunyi dan diungsikan ke sebuah pondok di dekat stasiun Razliv. Lenin sendiri ternyata jadi buronan nomor satu dari antek-antek pemerintahan sementara. Imbalan yang sangat besar disediakan bagi penangkapnya. Karenanya, Lenin tidak dapat menghadiri Kongres. Namun Lenin tetap bekerja keras dan memberikan arahan dari tempat persembunyiannya, lewat kawan-kawan dekat dan pengikut-pengikutnya di Petrograd: Stalin, Sverdlov, Molotov dan Ordjonikidze.

Kongres itu sendiri dihadiri oleh 157 delegasi dengan hak pilih, dan 128 delegasi dengan hak suara namun tanpa hak pilih. Pada saat itu partai telah mempunyai keanggotaan sekitar 240.000 orang. Bisa dibandingkan dengan periode awal bulan Juli (sebelum meletusnya pembantaian atas aksi demonstrasi massa rakyat pada bulan Juli 1917). Pada saat itu Partai masih berfungsi secara legal, Partai memiliki 41 terbitan, 29 diterbitkan di Rusia, 12 terbitan lainnya diterbitkan dalam bahasa-bahasa asing.

Ternyata pengejaran dan perburuan atas kaum Bolshevik dan klas buruh (setelah demonstrasi bulan Juli), tidak melenyapkan pengaruh Partai kita atas massa; malah sebaliknya. Para delegasi dari berbagai Propinsi, mencatat berbagai fakta yang menunjukkkan bahwa kaum buruh dan serdadu-serdadu yang desertir meningkat tajam. Mereka meninggalkan kaum Menshevik ataupun Sosialis Revolusioner dengan kecewa. Tidak sedikit buruh dan serdadu yang tadinya memihak partai Menshevi/Sosialis Revolusioner, mencampakkan dan merobek-robek kartu keanggotaannya dengan perasaan marah bercampur jijik. Mereka inilah yang kemudian menyeberang ke pihak Bolshevik.

Persoalan utama yang dibahas dalam Kongres adalah laporan politik Komite Sentral dalam pembacaan tentang situasi politik terakhir. Kawan Stalin membuat laporan atas kedua persoalan di atas. Ia menunjukkan dengan kejernihan yang tajam, betapa revolusi telah tumbuh dan berkembang, sungguhpun kaum borjuis ingin meredamnya. Stalin menunjukkan bahwa revolusi telah memberikan tugas-tugas baru untuk menegakkan kontrol kaum buruh atas produksi dan distribusi brang-barang, keharusan untuk mengalihkan tanah bagi kaum tani, dan merebut kekuasaan dari tangan borjuasi oleh klas buruh dan tani miskin. Ia menyimpulkan bahwa revolusi yang tengah bergejolak memiliki watak revolusi sosialis.

Situasi politik di Rusia sendiri telah benar-benar berubah sejak demonstrasi Juli. Soviet--yang dipimpin oleh kaum Sosial Revolusioner dan Menshevik--telah menolak untuk menghimpun seluruh kekuasaan; dan karenanya telah kehilangan semua kekuasaannya (baca: ditinggalkan massa). Kekuasaan kini dipusatkan di tangan pemerintahan sementara kaum borjuis, yang terus-menerus berupaya meredam revolusi: berusaha untuk menghancurkan Partai Bolshevik dan melumatkan organisasinya. Dengan demikian semua sarana untuk meneruskan perkembangan revolusi secara damai telah dihilangkan. Hanya satu hal yang tersisa, yakni untuk mengambil-alih kekuasaan secara paksa, dengan menumbangkan pemerintahan sementara. Dan hanya klas buruh yang beraliansi dengan tani miskin, yang dapat merebut kekuasaan secara paksa.

Soviet--yang masih dikontrol oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner--telah terjerembab ke dalam haribaan borjuasi. Dan di bawah kondisi yang berlaku saat ini hanya dapat bertindak sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan sementara. Sekarang, setelah demonstrasi Juli--menurut Kawan Stalin--slogan "segenap kekuasaan bagi Soviet" tidak bisa dipakai lagi. Betapapun, penghentian pemakaian slogan itu sendiri tidak boleh diartikan bahwa kita menolak perjuangan kekuasaan bagi Soviet. Tidak! Penghentian atau penolakan yang dimaksud bukan ditujukan terhadap Soviet secara keseluruhan (sebagai organ perjuangan revolusioner). Namun yang ditolak adalah Soviet yang saat ini dikontrol oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner.

"Periode perdamaian dalam revolusi telah usai", demikian ucap kawan Stalin, "Periode yang tidak damai telah dimulai, sebuah periode yang penuh dengan perbenturan dan letusan-letusan". (Laporan Kongres ke 6 RSDLP, Edisi Rusia, halaman 111)

Partai telah menetapkan dan mempersiapkan diri bagi pmberontakan bersenjata. Memang ada beberapa peserta Kongres--yang masih mengidap pengaruh borjuasi--yang menentang penetapan jalan revolusi Sosialis.

Preobrazhensky--seorang pengikut Trotsky--membuat usulan perihal perebutan kekuasaan. Menurutnya, resolusi tentang perebutan kekuasaan harus dilengkapi dengan tambahan: bahwa negeri ini akan menempuh jalan Sosialisme, hanya jika terdapat momentum proletariat di Eropah. Sehubungan dengan pendapat ini, resolusi Stalin menanggapi:

"Bahwa momentum (yang dimaksud) tidak perlu mencegah Rusia, untuk menjadi satu-satunya negeri yang menapak jalan menuju Sosialisme… Kita harus membuang gagasan-gagasan kuno, bahwa hanya Eropah yang dapat menunjukkan jalan kepada kita. (Memang) ada Marxisme yang dogmatis dan ada Marxisme yang kreatif. Aku mendukung yang terakhir. (Laporan Kongres ke 6, hal. 233-234)

Bukharin yang berpijak pada posisi pendukung Trotsky menegaskan soal keterlibatan tani dalam revolisi. Menurutnya kaum tani berada dalam satu kepentingan dengan borjuasi dan karenanya mereka tidak akan bersedia dipimpin oleh kaum buruh. Menanggapi pernyataan Bukharin, kawan Stalin memberikan jawaban yang pedas: "Ada beberapa macam tani. Ada tani kaya yang menyokong borjuasi imperialis. Ada tani miskin yang berupaya untuk menjalin aliansi dengan klas buruh dan bersedia mendukung klas buruh dalam perjuangan revolusi sampai menang".

Ternyata kongres menolak usulan tambahan dari Prebrazhensky dan Bukharin, dan memutuskan untuk menyetujui resolusi yang diajukan oleh kawan Stalin.

Kongres juga membahas tentang platform ekonomi Partai Bolshevik dan menegaskan dalam keputusan. Pokok-pokok platform ekonomi tersebut adalah: pengambil-alihan tanah-tanah kepemilikan yang luas (estate-estate), nasionalisasi seluruh tanah, nasionalisasi atas bank-bank, nasionalisasi atas industri berskala besar, penegakan kontrol buruh atas proses produksi dan distribusi. Kongres menekankan arti pentingnya perjuangan bagi kontrol kaum buruh atas produksi, karena kemudian akan semakin menjadi lebih penting lagi … Dalam proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan industrial berskala besar.

Dalam berbagai keputusannya, Kongres ke-6 secara khusus memberikan tekanan pada prinsip-prinsip Lenin, mengenai aliansi antara klas buruh dan tani msikin; sebagai syarat bagi kemenangan revolusi sosialis.

Kongres mengutuk teori Menshevik yang menyarankan agar serikat buruh tetap mengambil sikap netral/tidak memihak. Kongres menunjukkan bahwa tugas historis yang dipikul oleh klas buruh hanya akan dapat dilaksanakan… Jika serikat-serikat buruh menetapkan dirinya sebagai bagian dari organisasi klas yang militan, yang mengakui kepemimpinan politik Partai Bolshevik.

Kongres juga menerima sebuah resolusi bagi Liga Pemuda, yang pada masa itu memang kerap melibatkan diri secara spontan. Sebagai hasil dari upaya-upaya partai, ternyata partai berhasil mendapatkan penghargaan dari organisasi-organisasi pemuda ini, yang dapat bertindak sebagai lapisan penerus partai.

Kongres membahas pula tentang persoalan, apakah Lenin perlu memunculkan diri dalam persidangan. Kamenev, Rykov, Trotsky dan yang lainnya beranggapan, bahwa Lenin harusnya muncul di hadapan pengadilan kontra-revolusioner. Kawan Stalin menentang keras penampakan Lenin dihadapan persidangan. Kongrespun beranggapan sama, karena bila Lenin memunculkan diri, ia hanya akan dihukum mati, tanpa proses persidangan. Kongres sampai pada kesimpulan, bahwa kaum borjuis hanya menghendaki kematian Lenin belaka, selaku musuh nomor satu bagi borjuasi. Kongres mengirimkan nota-nota protes atas penyiksaan/perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh aprat pemerintah, terhadap pimpinan-pimpinan revolusioner klas buruh. Sebuah pesan solidaritas juga dikeluarkan oleh Kongres bagi Lenin.

Kongres Partai ke-6 memutuskan AD/ART baru. Aturan-aturan baru tersebut diantaranya menegaskan bahwa seluruh pengorganisasian Partai harus dibangun berbasiskan prinsip Sentralisme Demokratik.

Hal ini berarti bahwa:

  1. Seluruh badan pengarah Partai, dari jajaran di atas sampai ke bawah harus dipilih.

  2. Bahwa Badan-Badan Partai harus memberikan laporan berkala mengenai aktivitas-aktivitasnya kepada Partai, lewat jalan organisasi masing-masing.

  3. Bahwa disiplin Partai yang tegas/keras harus ditegakkan, bahwa yang minoritas harus bersedia tunduk pada yang mayoritas.

  4. Bahwa semua keputusan yang telah dibuat oleh badan yang lebih tinggi, harus mengikat badan-badan yang lebih rendah, dan seluruh anggota Partai.

AD/ART Partai yang baru menetapkan bahwa penerimaan anggota baru--harus dilakukan lewat organisasi lokal Partai--dan disertai rekomendasi dari sedikitnya 2 anggota Partai; ditambah lagi dengan persetujuan organisasi lokal Partai, dalam rapat umum anggota.

Kongres ke-6 menerima Mezhrayontsi dan pemimpin mereka--Trotsky--ke dalam Partai. Mezhrayontsi adalah kelompok kecil yang telah berdiri di Petrograd sejak 1913, dan terbentuk dari para pengikut Trotsky dengan kaum Menshevik. Juga ditambah dengan bekas anggota Bolshevik yang telah memisahkan diri dari Partai. Selama berlangsungnya peperangan, Mezhrayontsi adalah organisasi kaum tengah (sentris). Mereka menentang kaum Bolshevik, namun dalam banyak hal juga tidak setuju dengan posisi kaum Menshevik. Dengan demikian mereka menempatkan dirinya sebagai kaum tengah/sentris dengan posisinya yang bimbang. Selama berlangsungnya Kongres, Mezhrayontsi menyatakan persetujuannya atas semua keputusan Kongres, dan mengajukan permohonan untuk diterima di Partai. Permohonan ini diterima, dengan pertimbangan bahwa dalam perjalanan waktu, mereka akan benar-benar menjadi kaum Bolshevik yang sejati. (Khususnya tentang Trotsky, sejarah mencatat bahwa bergabungnya ia dengan Partai bukan karena hendak membaktikan diri, namun untuk merusak dan mengacaukan Partai dari dalam).

Semua keputusan yang dibuat oleh Kongres ke-6--ditujukan untuk mempersiapkan klas buruh dan kaum tani termiskin--bagi sebuah pemberontakan bersenjata. Bagi sebuah Revolusi Sosialis. Kongres sendiri mengeluarkan sebuah manifesto Partai, yang menyerukan kaum buruh, serdadu-serdadu, kaum tani.. untuk mengerahkan segenap daya kekuatannya, bagi pertarungan menentukan melawan borjuasi. Manifesto tersebut ditutup dengan kata-kata sebagai berikut :

"Bersiaplah--kemudian--bagi pertarungan-pertarungan baru, wahai Kawan-Kawan seperjuangan! Dengan kukuh, jantan, dan mantap. Tanpa jatuh ke dalam provokasi, kerahkan kekuatan-kekuatanmu di bwah panji-panji Partai--Proletariat dan Serdadu! Berbarislah di bawah panji-panji kami, wahai Engkau yang tertindas--dari seluruh pelsosok desa!"



Diambil dari History of The CPSU (B). Moscow: Foreign Language Publ., 1951. Bab VII, Bagian 1-4, halaman 280-308.


Editor: Moh. Awani